GERAKAN SOSIAL POLITIK DALAM MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI



(Studi Terhadap Suropati Community untuk Demokratisasi di Kabupaten Pasuruan)
Oleh : Hosnan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Abstrak
Pada aras masyarakat sipil tumbuh pesat partisipasi dapat dilihat melalui peningkatan terbentuknya asosiasi-asosiasi kewargaan untuk mempengaruhi proses pengambilan kebijakan di nasional maupun lokal. Karena itu, menjadi hal yang menarik untuk mengambil tentang gerakan sosial politik dalam mewujudkan demokratisasi Suropati Community di Kabupaten Pasuruan. Banyak harapan dari apa yang telah mereka dapatkan di sekolah tersebut dapat menimbulkan perubahan atau pertisipasi penting dalam pembangunan di daerah dan mengaplikasikan model-model yang inovatif dalam mendorong demokratisasi. Karena tidak semua orang dapat mengenyam pengetahuan demokrasi sehingga mereka sedikitnya mendapat tuntutan untuk melakukan sesuatu yang dapat menjadi contoh dari kalangan yang sebelumnya belum mendapatkan ilmu dasar dari gerakan demokratisasi.
Gerakan sosial politik perlu adanya sistem agar dapat mencapai tujuan dalam hal ini demokratisasi, bagaimana cara yang dipakai lebih bisa di terima oleh masyarakat dan efektif dalam menjalankannya. sebagai tahap awal atau tahun pertama berdirinya Suropati Community melaksanakan beberapa model demokratisasi yaitu : Kegiatan Inisiasi Masyarakat, Dialog Publik, Talkshow Radio dan Focus Group Discussion (FGD). Dari itu semua berupaya membangun relasi terhadap pilar-pilar demokrasi yang ada di Kabupaten Pasuruan sebagai bentuk kekuatan gerakan demokratisasi.Selain dari itu adalah bentuk transformasi pemahaman terhadap masyarakat sebagai subjek dan penguntrol terhadap pemerintah.
Berdasarkan di atas, maka dirumuskan rekomindasi untuk lebih terselenggaranya gerakan demokratisasi adalah : semua anggota Suropati Community untuk lebih komitmen pada setiap agenda yang telah di sepakati sehingga relasi-relasi dari setiap pilar-pilar demokrasi yang ada di Kabupaten Pasuran terus juga dapat berkembang dan tunjukkan eksistensinya kepada publik agar masyarakat dapat memahami demokrasi dengan pemahaman yang sebenarnya menurut Suropati Community.
Latar Belakang
Gerakan Sosial di Indonesia merupan bagian terpenting serta tak terpisahkan dari perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Kemerdekaan Indonesia itu sendiri, pada dasarnya tidaklah semata-mata muncul dari gerakan bersenjata, tapi juga lewat gerakan sosial, yang tumbuh sebagai manifestasi dari kesadaran sejumlah kaum muda, waktu itu, akan realitas. Gerakan inilah yang kemudian memaksa Ir Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Gerakan sosial pula yang kemudian mengukuhkan semangat kemerdekaan itu dengan melakukan sebuah rapat besar di lapangan ikada.Sejak itu, gerakan sosial seakan-akan menjadi penyebab utama perubahan Indonesia.Orde lama tumbang karena gerakan sosial.Orde baru tumbang juga karena gerakan sosial, dan begitu juga yang berlaku bagi orde rezim selanjudnya.
Salah satu potensi masyarakat sipil untuk memasuki arena politik dan partai politik adalah organisasi masyarakat dan di Indonesia hal ini diwakili oleh NU dan Muhammadiyah. Partisipasi ormas dalam parpol yang berpotensi untuk melaksanakan agenda gerakan sosial seringkali justru tidak terjadi.Bukannya ormas yang dapat mengendalikan parpol melalui tokoh tokoh mereka namun yang terjadi adalah digunakannya ormas dan parpol untuk kepentingan peribadi dan kelompok para pimpinannya.Ormas gagal menjadi alat kontrol anggotanya yang masuk ke parpol dan parlemen dan sosial kapital ditinggalkan demi political capital (dan juga economic capital).
Menurut Bill Moyer dalam bukunya yang berjudul Merencanakan Gerakan, wacana gerakan sosial yang dihadirkan sejak awal merupakan suatu usaha yang menginginkan suatu berubahan.Ia mengartikan perubahan adalah jalan yang paling memungkinkan untuk melakuakan perbaikan . Perubahan adalah kepastian untuk memperbaiki keadaan.Walau banyak pihak yang Pro terhadap status quo yang menjadi dasar untuk melakukan gerakan tersebut. Tetapi biasanya, mereka yang pro dan hanya menganggap dan meragukan bahwa perubahan akan membawa perbaikan dan menghasilkan ketidak pastian sehingga akhirnya membawa keadaan menjadi tambah buruk. Hal ini mungkin dapat kita maklumi karena bisa saja mereka yang menganggap pergerakan hanya suatu hal yang membawa kita pada suatu keadaan terburuk, telah terbiasa mendapatkan kemudahan dan kenikmatan dari status quo itu. Sedangkan massa lain yang di marjinalkan dan dirugikan malah berharap bahwa pergerakan yang mereka lakukan adalah pintu gerbang mencapai perubahan keadaan yang lebih baik.
Dalam perubahan sosial menjadi penting dewasa ini adalah sistem kebebasan dalam artian sistem demokrasi, sehingga dapat mengacu masyarakat untuk terus ikut andil dalam merubah tatanan yang ada karena tampa yang demikian itu masyarakat akan tetap mengalami yang namanya trauma akan pemerintahan yang otoriter, maka sangat penting untuk masyarakat akan sistem demokrasi, tapi sebelum itu harusnya ada pembelajaran terhadap masyarakat itu sendiri mengenai tujuan dan maksud dari demokrasi.
Berbicara demokrasi,Partisipasi dan representasi menjadi diskursus penting dalam wacana demokrasi mengingat kedua hal itu merupakan aspek-aspek mendasar demokrasi. Robert A. Dahl menyebutkan bahwa demokrasi mengandung dua dimensi pokok yaitu public contestations dan the right to participate .Tanpa adanya kontestasi publik dalam konsep perwakilan yang mapan dan partisipasi yang luas, maka dapat dikatakan demokrasi masih buruk dan cenderung lebih dekat dengan otoritarian.Pemerintahan yang bersih dan berlandaskan nilai-nilai demokrasi menjadi tidak bermakna manakala belum diimbangi dengan adanya ruang partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan representasi.
Pengejawantahan partisipasi publik masih mengalami persoalan. Partisipasi hanya dimaknai sebagai kegiatan menyalurkan pilihan politik dalam kontestasi pemilihan umum (pemilu). Dalam konsteks pembangunan, partisipasi masyarakat sebatas menjadi wacana, alat legitimasi kepentingan penguasa dan sarat manipulasi. Sejatinya partisipasi bukanlah masalah keterlibatan publik untuk memberikan pilihan (vote) semata, akan tetapi lebih menekankan pada penyampaian aspirasi (voice) dan mendiskursifkannya secara berkualitas. Selain itu, indikator keberhasilan partisipasi tidak semata dilihat dari kegiatan warganegara yang menyalurkan hak pilih pada setiap tingkatan penyelenggaraan pemilu akan tetapi secara kualitas mampu menyuarakan kehendak atau aspirasi seluruh masyarakat. Pada aras masyarakat sipil tumbuh pesat partisipasi dapat dilihat melalui peningkatan terbentuknya asosiasi-asosiasi kewargaan tersebut untuk mempengaruhi proses pengambilan kebijakan di nasional maupun lokal.
Karena itu, menjadi hal yang menarik untuk mengambil tentang gerakan sosial politikdalam mewujudkan demokratisasi Suropati Community di Kabupaten Pasuruan, melihat meraka adalah komunitas alumni ke tiga dari sekolah demokrasi yang di selenggarakan oleh Averroes Community yang sengaja di bentuk dalam setiap angkatannya, banyak harapan dari apa yang telah mereka dapatkan di sekolah tersebut dapat menimbulkan perubahan atau pertisipasi penting dalam pembangunan di daerah dan mengaplikasikan model-model yang inovatif dalam mendorong demokratisasi. Karena tidak semua orang dapat mengenyam pengetahuan demokrasi sehingga mereka sedikitnya mendapat tuntutan untuk melakukan sesuatu yang dapat menjadi contoh dari kalangan yang sebelumnya belum mendapatkan ilmu dasar dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Konsep Demokrasi Deliberatif
Deliberatif (deliberatio) memiliki arti yaitu konsultasi, menimbang-nimbang, atau musyawarah. Dalam konteks Indonesia, musyawarah atau permusyawaratan ditempatkan sebagai nilai etis tertinggi dalam konsepsi Demokrasi Pancasila sebagaimana bunyi Pancasila, sila keempat, “Permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan…”. Dalam struktur lembaga negara, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah demistifikasi lembaga negara tertinggi.
Di masyarakat, praktek deliberasi terwujud melalui forum-forum publik untuk membahas persoalan yang ada di masyarakat. Secara empiris pernah (dan mungkin masih) ada dalam masyarakat kita, praktik rembug deso dapat menjadi contoh proses deliberasi tersebut. Artinya, demokrasi deliberatif yang kini menjadi mainstream baru dalam teori demokrasi sejatinya memiliki benang merah dengan falsafah dan praktik politik publik di Indonesia.
Demokrasi dikatakan bersifat deliberatif apabila proses pemberian suatu alasan atas suatu kandidat kebijakan publik, diuji terlebih dahulu lewat konsultasi publik atau lewat diskursus publik. Hardiman mengemukakan bahwa teori demokrasi deliberatif merupakan suatu pandangan yang mengkaji bagaimana mengaktifkan individu dalam masyarakat sebagai warga negara untuk berkomunikasi, dimana komunikasi yang terjadi pada level warga itu mampu mempengaruhi pengambilan keputusan publik pada level sistem politik. Dengan kata lain, demokrasi deliberatif merupakan sebuah konsep untuk mencapai kesepakatan mengenai keputusan politik di antara berbagai partisipan dengan pluralitas kepentingannya.
Teori dan konsep demokrasi deliberatif tidak memusatkan diri pada apa yang harus dilakukan oleh negara dan warganya akan tetapi lebih pada bagaimana proses dan prosedur yang ada dalam menghasilkan konsensus publik, prosedur seperti apa untuk mendapatkan legitimasi publik, dan bagaimana hukum demokratik berfungsi.

Penyelenggaraanan bentuk-bentuk komunikasi yang dituntut tersebut, diharapkan berjalan secara perfeksionis sehingga para aktivis yang bergerak membangun forum-forum warga misalnya, juga bisa melihat bahwa proses komunikasi ada prosedurnya, pola, tatanan, dan pencapaian yang harus bisa diikuti prosesnya. Disamping itu, dijelaskan pula tingkat-tingkat bagaimana proses pembentukan opini, karier opini dari mana opini dan menuju ke mana penyaringan komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, dan lain sebagainya.
Habermas mengklaim bahwa demokrasi deliberatif merupakan sintesa atau jawaban atas pemikiran demokrasi liberal dan demokrasi republikan yang dinilai telah keliru dalam memahami masalah legitimasikarena gagal membedakan antara kuasa administratif dan kuasa komunikatif .Demokrasi Deliberatif pada prinsipnya tidak dibangun atas dasar suara mayoritas (seperti model republikan) atau kebebasan individu (seperti model liberal), tetapi lebih merupakan aksi para partisipan melalui tindakan saling pengertian, berargumentasi, dan perjanjian dalam struktur pembentukan opini dan kehendak.
Bagi Habermas terdapat tiga argumentasi mengapa demokrasi deliberatif ini perlu dikembangkan. Pertama, demokrasi memerlukan arena ekstra politik yang didalamnya ia berdialektika dan melakukan sosialisasi sebagian pikiran orang, khususnya kelompok yang selama ini kurang mendapat perhatian atau terbungkam oleh struktur yang mendominasinya. Kedua, sebuah ruang publik yang kritis diperlukan untuk menjembatani kesenjangan yang tumbuh antara mayarakat sipil dan basis sentralitasnya dalam perdebatan demokrasi deliberatif.Ketiga, demokrasi semakin rusak dan mengalami pembusukan ketika dia dilembagakan secara formal.
Teori Gerakan Sosial
Gerakan Sosial termasuk istilah baru dalam kamus ilmu-ilmu social.Meskipun demikian di lingkungan yang sudah modern seperti di Indonesia fenomena munculnya gerakan sosial bukanlah hal aneh. Misalnya ketika kenaikan tarif listrik sudah terlalu tinggi kemudian muncul nama Komite Penurunan Tarif Listrik. Perlawanan atau desakan untuk mengadakan perubahan seperti itu dapat dikategorikan sebuah gerakan sosial.
Berbagai gerakan sosial dalam bentuk LSM dan Ormas bahkan Parpol yang kemudian menjamur memberikan indikasi bahwa dalam suasana demokratis maka masyarakat memiliki banyak prakarsa untuk mengadakan perbaikan sistem atau struktur yang cacat.Dari kasus itu dapat kita ambil semacam kesimpulan sementara bahwa gerakan sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijkan atau struktur pemerintah. Disisi lain terlihat tuntutan perubahan itu biasanya kerena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian masyarakat. Karena gerakan sosial itu lahir dari masyarakat maka kekurangan apapun ditubuh pemerintah menjadi sorotannya.
Jurgen habermas, sebagaimana dikutip oleh Pasuk Phongpaichit menyatakan bahwa gerakan sosial adalah Devensive relations to defend the publik and private sphere of individuals againts the inroad of the state system and market economy. (Gerakan sosial adalah hubungan defensive individu-individu untuk melindungi ruang publik dan private mereka dengan melawan serbuan dari sistem Negara dan pasar).
Anthony Giddens menyatakan gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif (action collective) diluar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan .Sedangkan Mansoer Fakih menyatakan bahwa gerakan sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha merubah steruktur maupun nilai sosial.
Sejalan dengan pengertian gerakan sosial di atas, Robert Misel dalam bukunya mendefinisikan gerakan sosial sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan dalam masyarakat.
Dari banyak ungkapan di atas maka gerakan sosial tetap harus ada dan lebih inovatif sehingga tidak selalu pada soal perlawanan yang menimbulkan kekerasan. Garakan sosial baru berorentasi pada sebuah proses dan hasil sekaligus yang nir kekerasan . Dari itu yang di maksud oleh gerakan sosial baru adalah bagaimana gerakan sosial lebih mengedepankan terjadinya dialog, dan menghindari semaksimal mungkin dari konflik dan aspek kekerasan, sehingga orentasi gerakan sosial benar-benar dapat menciptakan tatanan yang lebih berkeadilan sosial.
Metode Penelitian
Metode penelitan berfungsi sebagai bahan instrumen untuk menentukan arah kegiatan dalam penelitian. Sebagaimana tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada Bab I, maka jenis pendekatan yang tepat dipakai dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan kualitatif penelitian ini dimaksudkan untuk memahami model-model gerakan Suropati Community untuk demokratisasi di Kabupaten Pasuruan. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif.
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong fungsi metode penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan dan tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan yang dimaksud penelitian deskriptif di sini bertujuan untuk menggambarkan, meringkas dan mengkaji berbagai kondisi, situasi dan berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian.
Jadi pada dasarnya penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, dimana data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang.
Gerakan Suropati Community dari Perspektif Demokrasi Deliberatif dan Gerakan Sosial Baru
Model gerakan demorkatisasi Suropati Community merupakan bagian dari upaya-upaya inti mewujudkan model demokrasi deliberatif pada aras lokal. Demokrasi deliberatif hadir dalam konteks masyarakat modern untuk menutup sisi lemah demokrasi prosedural yang berpuas diri saat menerapkan sistem pemilu langsung dan formalisasi legitimasi publik.Idealisme konsep demokrasi dicita-citakan untuk penggunaan legitimasi publik dalam pengambilan keputusan dalam arena kontestasi kekuasaan.Sebuah kebijakan dalam prosesnya dituntut melibatkan konsultasi publik, yakni diskusi yang berlangsung dalam ruang publik dan dilakukan secara terbuka dan bebas sehingga memungkinkan bertemunya berbagai sudut pandang.
Demokrasi deliberatif bukanlah sebuah faham ideologi melainkan sebuah konsep untuk mencapai kesepakatan mengenai keputusan politik diantara berbagai partisipan dengan pluralitas kepentingannya.Konsep ini berorientasi pada konsensus yang dilakukan melalui diskusi yang terbuka dan tidak koersif terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi. Dalam perspektif demokrasi deliberatif, keputusan politik yang tidak menyertakan proses diskusi terbuka, dianggap cacat dari aspek legitimasi.
Posisi Suropati Community menjadi sebuah jalur formasi opini yang berada di luar sistem.Sebelumnya Habermas telah mengkategorisasikan prosedur deliberasi politik berlaku di dua jalur, yaitu jalur sistem politik formal dan jalur formasi opini di ruang publik di luar sistem. Saluran publik baru dalam kontestasi politik lokal Kabupaten Pasuruan ini, menggagas berlangsungnya proses-proses diskursif di masyarakat, baik dalam posisi sebagai ruang belajar bagi aktor maupun medium formasi opini masyarakat dalam rangka mendesakkan sebuah kebijakan. Penciptaan ruang publik sebagai media diskursif tersebut dimaksudkan sebagai ikhtiar untuk membuka ruang partisipasi secara luas agar mampu menghasilkan konsensus atau keputusan yang berkualitas dan legitmate.
Kegiatan dialog publik menjadi contoh salah satu bentuk penggalian masalah melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak dan warganegara. Problematika pasar di Kabupaten Pasuruan diusahakan untuk diselesaikan bukan dengan hegemoni elit atau kekuasaan negara dan pemilik modal akan tetapi pedagang sebagai pemegang kepentingan utama dan publik tetap dilibatkan. Opini yang berupa aspirasi, gagasan bahkan penolakan pun akan mempengaruhi proses pengambilan putusan dalam struktur politik dan hukum yang mapan yaitu sebuah kebijakan publik. Dengan demikian, proses diskursif tersebut tidak meniadakan kelompok lainnya dalam memutuskan sebuah kebijakan melainkan satu sama lain berdiskusi berdasarkan kekuatan argumentasi.
Pengejawantahan saluran opini publik juga dilakukan dalam bentuk kegiatan talkshow radio dan FGD stakeholder’s. Isu-isu aktual yang terkait dengan masalah-masalah publik di Kabupaten Pasuruan dibahas dalam diskusi dengan peserta lintas sektor atau semua pihak yang berkepentingan.Kegiatan dalam Suropati Community pun tidak terlepas dari proses-proses diskusi kritis yang hangat bahkan cenderung pada perdebatan juga digolongkan sebagai media bagi pengorganisasian opini publik.Pengalaman anggota khusunya dalam mengemban peran sosial sebagai aktor demokrasi kerap menjadi bahasan dalam dinamika diskusi.
Model-model diskursif yang digagas oleh Suropati Community, ternyata menginspirasi beberapa kelompok-kelompok masyarakat lainnya dalam gerakan-gerakan demokratisasinya semisal Paguyuban Kelompok Tani Tahura Alam lestari Kabupaten Pasuruan, sebagaimana mereka dalam menjalankan agenda mendesakkan kebijakan publik melalui saluran opini di luar sistem menjadi pilihan gerakan yang diambil,dan juga oleh sebagian besar kelompok masyarakat. Pengkritisan kebijakan, penyempaian aspirasi didialogkan melalui forum-forum pengorganisasian.
Forum warga menurut Sumarto adalah suatu forum konsultasi dan penyaluran aspirasi warga berkenaan dengan pembangunan dan pelayanan publik di tingkat lokal. Bentuk-bentuk aspirasi yang dimunculkan dari forum warga biasanya berupa rekomendasi bagi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan, penegakan kebijakan atau melakukan tindakan tertentu. Forum warga biasanya merupakan aliansi berbagai organisasi non pemerintah, organisasi berbasis komunitas, asosiasi/kelompok sektoral (petani, buruh, pedagang) serta tokoh-tokoh lokal. Forum warga bisa bersifat sektoral. Karenanya memberi ruang bagi tumbuhnya forum warga adalah salah satu strategi bagi penguatan partisipasi publik dalam demokratisasi.
Disamping berperan sebagai medium formasi opini, forum warga juga merupakan tempat berlangsungnya diskursus antara anggota masyarakat merumuskan permasalahan bersama, mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi komunitas. Forum warga sekaligus menjadi media resolusi konflik di tingkat lokal.Dengan keberadaannya yang demikian Forum warga menjadi situs penting bagi upaya untuk mewujudkan masyarakat komunikatif. Forum warga dapat dilihat sebagai hasil dan proses implementasi gagasan demokratisasi dan partisipasi sekaligus sebagai strategi penguatan masyarakat sipil di tingkat lokal.
Penggunaan media massa dalam kegiatan Suropati Community cukup dominan dan menjadi kekuatan tersendiri. Media massa sejatinya merupakan ruang publik tersendiri, tetapi dalam hubungannya dengan demokratisasi, media massa digunakan sebagai sarana untuk menginformasikan kepada publik proses-proses deliberatif dan kegiatan pemberdayaan lain yang diselenggarakan oleh Suropati Community. Materialisasi proses diskursif dalam bentuk berita cetak maupun siaran on air di radio mampu menjadi penggalang opini publik secara maksimal. Publik yang selama ini tidak terlibat secara langsung dalam diskusi tentang pembuatan konsensus dapat mengetahui, mengontrol bahkan berpartisipasi secara langsung melalui media umum maupun media komunitas yang ada.
Media massa tidak harus dimaknai sebagai surat kabar, radio yang establish. Media massa di sini juga termasuk media berbentuk koran komunitas dan radio komunitas. Di era teknologi informasi, ruang publik juga diperluas di dunia virtual melalui website, blog, dan media social networking (facebook, friendster, twitter dan sebagainya). Dalam beberapa kasus, media terakhir cukup mewarnai proses pengorganisasian dan penyampaian opini publik yang dilakukan. Gugatan para pengguna facebook terhadap kasus kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dukungan terhadap penuntasan kasus Bank Century cukup fenomenal dalam mewarnai dan mengusung aspirasi publik tentang penegakan hukum.
Gerakan Demokratisasi Suropati Community
Gerakan sosial baru yang dipandang dalam perspektif ini, merupakan ‘pantulan cermin’ dari citra sebuah masyarakat baru, yang gerak penciptaannya sedang berjalan, sebab itu gerakan ini menandakan adanya kebutuhan akan sebuah paradigm baru tentang aksi kolektif, sebuah model alternative kebudayaan dan masyarakat, dan sebuah kesadaran diri yang baru dari komunitas-komunitas tentang masa depan mereka. Dari itu setiap anggota Suropati Community sejak sebelum mendiriannya mereka masing-masing telah memiliki kelompok masyarakat secara individu karena keanggotaan Suropati Community yang terbentuk dari alumni program sekolah demokrasi masih ada batasan untuk menjadi peserta untuk mendapatkan rekomendasi dari lembaga yaitu institusi politik, partai politik, komunitas bisnis, danorganisasi masyarakat sipil, akan tetapi yang tergabung dalam Suropati Community dapat di katakana secara keseluruhan berasal dari organisasi masyarakat sipil. Karena dengan demikian mereka yang lebih berkesempatan menjadi aktor demokrasi yang terseleksi menjadi peserta Program Sekolah Demokrasi, dikarenakan keberadaan mereka yang menerima secara langsung berbagai kemanfaatan dalam Program Sekolah Demokrasi untuk selanjutnya menjadi bagian, atau bahkan pelopor gerakan demokratisasi secara menyeluruh di Kabupaten Pasuruan.
Walaupun sudah demikian mampu melakukan aksi-aksi demokratik berupa kegiatan atau aktivitas yang diikhtiarkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dan tidak mengenyampingkan partisipasi masyarakat.Model gerakan demokratisasi yang dibangun merupakan hasil kolaborasi antara pengalaman berdemokrasi masing-masing anggota dengan pengalaman belajar pada Program Sekolah Demorkasi. Dengan demikian, gerakan Suropati Community dapat terjamin dan menjadi suatu rangkaian aksi dan refleksi tentang demokrasi, yang mengakar dan menjadi sebuah gerakan demokratisasi yang lebih luas.Pengertian gerakan mengandung makna bahwa aktivitas demokratisasi harus dilakukan dengan mengedepankan kolektifitas, sinergisitas, dan berkesinambungan.
Aktivitas-aktivitas demokratisasi Suropati Community juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses implementasi demokrasi. Dengan kata lain, aktivitas-aktivitas gerakan Suropati Community, berfungsi pula sebagai media transformasi kognitif demokrasi terhadap masyarakat Kabupaten Pasuruan yang sesuai dengan pemahaman demokrasi. KID telah memproyeksikan dibentuknya Komite Komunitas (KK). Sebagai Exit Strategy Program, keberadaan Komite Komunitas (KK) merupakan wadah bagi alumni Program Sekolah Demokrasi yang berfungsi sebagai sarana untuk mengkonsepsi, merencanakan, dan melaksanakan gerakan demokratisasi di masing-masing Kabupaten/Kota lokasi program. Sebagai wahana dalam menyebarluaskan praktik dan wacana demokrasi, kedepan KK hendaknya menjadi motor dalam gerakan demokratisasi di masing-masing daerah yang menjadi sasaran program. KK dicita-citakan pula menjadi ruang aktualisasi bersama untuk membangun kiprah dan kerja-kerja pemberdayaan bagi semua lulusan program Sekolah Demokrasi. Impian untuk mewujudkan komunitas aktor demokrasi yang berbasiskan pada pengalaman dan nilai kolektif yang bersendikan pada kesalingpahaman dan saling percaya dapat dijalankan melalaui lembaga ini.Walaupun demikian, tidak dipungkiri Suropati Community melakukan gerakan-gerakan demokratisasi secara mandiri tanpa melalui KK.
Suropati Community yang merupakan realisasi dari Komite Komunitas tersebut. Suropati Community adalah contoh baru di Kabupaten Pasuruan dimana sebuah organisasi memiliki anggota yang beragam tidak hanya dalam konteks basis sosial politik, tetapi juga memiliki concern isu yang beragam pula yakni bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, budaya, ekonomi kerakyatan, perburuhan, perancanaan dan penganggaran daerah. Dalam konteks membangun demokrasi deliberatif, sejatinya model organ seperti ini sangat strategis dalam memperkuat transformasi sosial sekaligus memperluas partisipasi publik.
Suropati Community sebagai komunitas yang berperan untuk demokratisasi di daerah.Maka penjadi penting dalam mentransformasikan wacana dan praktik demokrasi sekaligus menjadi sublimasi ruang publik (public space) untuk proses-proses diseminasi gerakan demokratisasi, melahirkan konsekuensi Suropati Community bertanggung jawab untuk menyelenggarakan kerja-kerja pemberdayaan dan advokasi (pendampingan) secara riil. Aktivitas-aktivitas demokratisasi tersebut, secara spesifik merupakan bagian dari gerakan sosial yang mengukuhkan eksistensi Suropati Community sendiri sebagai bagian dari Civil Society. Disamping itu, aktivitas-aktivitas demokratisasi yang dibangun, merupakan inspirator bagi organisasi masyarakat sipil yang lain di Kabupaten Pasuruan dalam rangka mentransformasi proses demokratisasi di Kabupaten Pasuruan karena pemahaman demokrasi tidak bisa optimal apabila tanpa adanya proses mendialogkan pemahaman dengan realitas sosial masyarakat.
Gerakan Suropati Community dalam Rangka Demokratisasi
Gerakan sosial baru sebagai tersegmen, sebuah struktur jejaring dengan banyak kepala yang merupakan produk transformasi mendalam gerakan sosial. Kegiatan Suropati Community berupa upaya-upaya diseminasi demokratisasi dimana kegiatan tersebut meruapakan rangkaian amanah dari Program Sekolah Demokrasi dalam hal ini, didukung sepenuhnya oleh tim pelaksana program (Averroes Community dan KID) berupa pendanaan, fasilitas sarana dan prasarana, jaringan dan asistensi. Aktifitas demokratisasi oleh Suropati Community dalam konteks ini, merupakan kegiatan utama yang telah menjadi tujuan Program Sekolah Demokrasi.
Aktivitas-aktivitas Demokratisasi Suropati Community meliputi: Inisiasi kelompok masyarakat baik sebagai relasi pula sebagai media transformasi demokrasi, Talkshow Radio sebagai media informasi untuk publik demi untuk memperkaya opini publik dan menginformasikan opini sebagai sarana transparansi, Focus Group Discussion (FGD), Dialog Publik, dan kegiatan advokasi lainnya yang dapat menjadi supremasi demokrasi.

Kesimpulan
Suropati Community adalah komunitas masyarakat kabupaten pasuruan yang baru berdiri dan telah mendeklarasikan pendiriannya. Bahwa, komunitas ini adalah yang pertama kali muncul untuk menyerukan demokrasi yang benar di tengah-tengah kondisi rakyat yang kebingungan akan demokrasi. Suropati Community telah menyatakan bahwa keberadaannya akan : 1) Membangun dialog antar pilar dalam mengembangkan nilai-nilai dan tradisi demokrasi serta latihan penguasaan dan pemanfaatan mekanisme serta peralatan demokrasi. 2) Mengembangkan pengelolaan data dan informasi sebagai basis gerakan perubahan masyarakat Kabupaten Pasuruan yang lebih baik. 3) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam setiap proses penyusunan kebijakan publik. 4) Memperkuat nilai-nilai, pengetahuan dan ketrampilan demokrasi melalui pendidikan demokrasi di masyarakat.
Suropati Community telah membangun kesadaran komunitas masyarakat untuk dapat bekerjasama dengan pilar-pilar demokrasi sebagaimana model gerakan yang disampaikan oleh David Meyer dan Sidney Tarrow gerakan-gerakan sosial melibatkan tantangan kolektif, yakni upaya-upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan di dalam aransemen-aransemen kelembagaan. Dan pula menyadarkan masyarakat secara individu untuk menjadi subyek dalam membuatan kebijakan yang dilakukan dengan adanya ruang publik dan mendapatkan informasi atau transparansi mengenai informasi di Kabupaten Pasuruan.
Demi untuk mentransformasikan pengetahuan demokrasi terhadap masyarakat dan praktek sistem demokrasi di Kabupaten Pasuruan secara benar, Suropati Community telah mengadakan agenda atau kegiatan kemasyarakatan yaitu : Inisiasi kelompok masyarakat baik sebagai relasi pula sebagai media transformasi demokrasi, Talkshow Radio sebagai media informasi untuk publik demi untuk memperkaya opini publik dan menginformasikan opini sebagai sarana transparansi, Focus Group Discussion (FGD), Dialog Publik, dan kegiatan advokasi lainnya yang dapat menjadi supremasi demokrasi.
Gerakan sosial politik untuk mewujudkan demokratisasi di Kabupaten Pasuruan, Suropati Community dapat di kategorikan sesuai dengan ciri garakan sosial baru dan juga sesuai dengan teori demokrasi deliberatif, yang mana dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Suropati Community bersifat lebih pada control atau pengawasan dengan cara komunikasi dalam memberi ruang relasi antara masyarakat sipil dengan pemerintah. Menurut David Meyer dan Sidney Tarrowpolitisi yang inheren di dalam gerakan-gerakan sosial adalah salah satu model gerakan yang utama dalam perubahan. Dengan cara yang dilakukan pemberian pemahaman konsepsi ideologis terhadap masyarakat karena pada dekade terakhir ini kondisi masyarakat hanya sebagai objek dari kebijakan pemerintah.
Referensi
H. Caidir, Gerakan Sosial, Tulisan ini telah di publikasikan pula di tabloid mingguan mentari edisi 081/Th II/23 Peb-1 Maret. http://www.chairid.com, akses: 6 januari 2009
Moyer, Bill. Merencanakan Gerakan, Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri.
Robert A, Dahl. dalam Katjung Maridjan, 2010, Demokrasi dan Demokratisasi,Makalah, disampaikan sebagai pengantar diskusi dalan Pertemuan Sekolah Demokrasi ke I Kota Batu, Tanggal 6-7 Februari 2010.
Riansyah, L. 2009. Membuka Jalan partisipasi Kritis melalaui demokrasi Deliberatif.dalamPolitik Partisipasi dan demokrasi Dalam Pembangunan. Malang:Averroes Press.
Hardiman, F. Budi. 2004. Demokrasi Deliberatif:Modeluntuk Indonesia Pasca-Soeharto, dalam Basis, no. 11-12
Hardiman, F. Budi. 2005. Demokrasi Deliberatif: Teori, Prinsip dan Praktek. (online). www.lakpesdamnu.or.id. Diakses 3 Desember 2010. Pukul 21.00

Dalam Imron, Rozuli Ahmad. 2010. Sekolah Demokrasi sebagai proses penguatan civil Society.Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu politik Universitas Brawijaya.
Winarno, Budi. 2007. Globalsasi dan Krisis Demokrasi. Jakarta: Medpress. http://pioner.netserv.chula.ac.th/~ppasuk/theorysocmovt.doc.
Putra, Fadillah dkk. 2006. Gerakan Sosial, Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan Dan Tantangan Gerakan Sosial Di Indonesia. Malang: PlaCID’s dan Averroes Press.
Fakih, Mansoer. 2002. Tiada Transformasi Tanpa Geraka Sosial, dalam Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Terpinggir : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi Dan Dampak Gerakan. Yogyakarta : Insist Press.
Misel, Robert. 2004. Teori Pergerakan Sosial,Yogyakarta : Resist Book.
Hardiman, F. Budi. 2009. Demokrasi Deliberatif: Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publikdalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius. Sumarto, Hetfah Sj. 2009.Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance. 20 Prakarsa Inovatif dan partisipasi di Indonesia. Jakarta:Obor.
Rajendra, Singh. 2010. Gerakan Sosial Baru, Yogyakarta: resist book.
Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.